Setelah sebelumnya membahas teori kebutuhan Maslow, kali ini skuy kita bahas mengenai pengertian aktualisasi diri menurut Maslow dan berbagai ciri-cirinya.
Alih-alih berfokus pada masalah dan gangguan kejiwaan, Maslow menggunakan ilmu psikologi untuk pendekatan yang lebih positif. Dia mempelajari berbagai perilaku manusia, dengan fokus pada perilaku yang benar yang bisa dicontoh. Maslow sangat tertarik dengan memaksimalkan potensi manusia.
Psikolog Abraham Maslow (1943, 1954) menyatakan bahwa motivasi manusia didasarkan pada pemenuhan kebutuhan dan perubahan melalui pertumbuhan pribadi. Dan, orang yang memenuhi semua kebutuhan akan mencapai tahap mengaktualisasikan diri.
Tapi apa itu aktualisasi diri?
Pengertian Aktualisasi Diri menurut Maslow
Seperti apa aktualisasi diri menurut Maslow? Aktualisasi diri mengacu pada kebutuhan untuk pertumbuhan pribadi dan penemuan sepanjang hidup seseorang.
Bagi Maslow, seseorang selalu bergerak mencapai titik tertentu dan nggak pernah statis. Pada tahap aktualisasi diri, orang sudah menemukan makna dalam hidup yang penting bagi mereka.
Karena setiap individu itu unik, motivasi untuk aktualisasi diri mengarahkan tiap orang ke arah yang berbeda (Kenrick et al., 2010). Bagi sebagian orang, aktualisasi diri dapat dicapai melalui penciptaan karya seni atau sastra; untuk orang lain, melalui olahraga, di kelas, atau dalam lingkungan perusahaan.
Maslow (1962) percaya aktualisasi diri dapat diukur melalui konsep pengalaman puncak. Ini terjadi ketika seseorang mengalami dunia apa adanya, dan ada perasaan euforia, kegembiraan, dan keajaiban.
Penting untuk dicatat bahwa aktualisasi diri adalah proses terus-menerus menjadi daripada keadaan sempurna yang dicapai seseorang dari ‘bahagia selamanya’ (Hoffman, 1988).
Nah, Maslow menawarkan pengertian aktualisasi diri sebagai berikut:
Aktualisasi diri mengacu pada keinginan seseorang untuk pemenuhan diri, yaitu kecenderungan dia untuk menjadi teraktualisasikan dalam potensinya. Bentuk spesifik yang akan diambil oleh kebutuhan ini akan sangat bervariasi dari orang ke orang. Dalam satu individu, mungkin diperlukan keadaan keinginan untuk menjadi ibu yang ideal. Di lain, itu dapat diekspresikan secara atletis. Dalam hal lain, itu dapat dikatakan dalam lukisan gambar atau penemuan (Maslow, 1943, hlm. 382–383).
Seperti apa ciri-ciri Orang yang Mencapai Tahap Aktualisasi Diri?
Meskipun kita semua, secara teoritis, mampu mengaktualisasikan diri, kebanyakan dari kita tidak akan melakukannya, atau hanya pada tingkat yang terbatas. Maslow (1970) memperkirakan bahwa hanya dua persen orang yang akan mencapai keadaan aktualisasi diri.
Dia terutama tertarik pada karakteristik orang-orang yang dia anggap telah mencapai potensi mereka sebagai individu.
Dengan mempelajari 18 orang yang dianggapnya sebagai aktualisasi diri (termasuk Abraham Lincoln dan Albert Einstein) Maslow (1970) mengidentifikasi 15 karakteristik orang yang mengaktualisasikan diri.
Ciri-ciri orang yang mencapai tahap aktualisasi diri:
1. Mereka memahami realitas secara efisien dan dapat mentolerir ketidakpastian;
2. Menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya;
3. Spontan dalam berpikir dan bertindak;
4. Berpusat pada masalah (tidak mementingkan diri sendiri);
5. Selera humor yang unik;
6. Mampu memandang hidup secara objektif;
7. Sangat kreatif;
8. Tahan terhadap perbedaan budaya, dalam arti tidak rasis atau prasangka;
9. Peduli terhadap kesejahteraan umat manusia;
10. Mampu mengapresiasi secara mendalam pengalaman hidup dasar;
11. Membangun hubungan interpersonal yang memuaskan dengan beberapa orang;
12. Pernah mencapai Pengalaman puncak;
13. Kebutuhan akan privasi;
14. Bersikap demokratis;
15. Punya standar moral/etika yang kuat.
Perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
(a) Mengalami hidup seperti anak kecil, dengan penyerapan dan konsentrasi penuh;
(b) Mencoba hal-hal baru daripada tetap berpegang pada jalur yang aman;
(c) Mendengarkan perasaan Anda sendiri dalam mengevaluasi pengalaman alih-alih suara tradisi, otoritas atau mayoritas;
(d) Menghindari kepura-puraan dan bersikap jujur;
(e) Bersiap untuk menjadi terasing apabila pendapatnya berbeda dari kebanyakan orang;
(f) Bertanggung jawab dan bekerja keras;
(g) Mencoba mengidentifikasi defense mechanism yang dimiliki dan berani untuk melepaskannya.
Karakteristik aktualisasi diri dan perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri ditunjukkan dalam daftar di atas.
Meski aktualisasi diri tiap orang beda-beda, tapi ciri khas tadi rutin terlihat. Dan 15 ciri atas tidak selalu terlihat semuanya; ada juga yang sudah mencapai tahapan aktualisasi diri tapi tidak mengalami seluruh karakteristik tadi.
Maslow tidak menyamakan aktualisasi diri dengan kesempurnaan. Aktualisasi diri hanya melibatkan pencapaian potensi seseorang. Dengan demikian, seseorang bisa menjadi konyol, boros, sia-sia, tidak sopan, dan masih mengaktualisasikan diri. Kurang dari dua persen populasi mencapai aktualisasi diri.
Pendapat dan Kritik Mengenai Aktualisasi Diri
Keterbatasan yang paling signifikan dari teori Maslow menyangkut metodologinya. Maslow merumuskan karakteristik individu yang mengaktualisasikan diri melalui metode kualitatif yang disebut analisis biografis.
Dia melihat biografi dan tulisan dari 18 orang yang dia identifikasi sebagai aktualisasi diri. Dari sumber-sumber ini, ia mengembangkan daftar kualitas yang tampaknya menjadi ciri khas kelompok orang tertentu ini, yang bertentangan dengan kemanusiaan pada umumnya.
Dari perspektif ilmiah, ada banyak masalah dengan pendekatan seperti ini. Pertama, dapat dikatakan bahwa analisis biografis sebagai suatu metode sangat subjektif karena sepenuhnya didasarkan pada pendapat peneliti. Pendapat pribadi selalu rentan terhadap bias, yang mengurangi validitas data yang diperoleh.
Makanya, definisi operasional aktualisasi diri Maslow tidak boleh diterima begitu saja sebagai fakta ilmiah.
Analisis biografi Maslow juga rawan terkena bias. Ini terlihat dari homogennya jenis orang yang diambil sampel oleh Maslow, yaitu pria kulit putih berprivilege dengan pendidikan tinggi (seperti Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, Albert Einstein, William James, Aldous Huxley, Beethoven).
Meskipun Maslow (1970) mempelajari perempuan yang mengaktualisasikan diri, seperti Eleanor Roosevelt dan Mother Teresa, tapi itu Cuma sebagian kecil sampel.
Makanya, generalisasi teori aktualisasi diri Maslow sulit diterapkan di kelompok marjinal atau minoritas. Sehingga ini mempertanyakan validitas populasi temuan Maslow.
Kritik lain menyangkut asumsi Maslow bahwa kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi sebelum seseorang dapat mencapai potensi mereka dan mengaktualisasikan diri. Hal ini tidak selalu terjadi. Oleh karena itu, hierarki kebutuhan Maslow telah patah dalam beberapa aspek.
Misalnya, melalui studi lintas budaya di mana sejumlah besar orang hidup dalam kemiskinan, orang masih mampu memenuhi kebutuhan tingkat tinggi seperti cinta dan rasa memiliki.
Padahal, menurut Maslow, hal ini tidak bisa terjadi. Ini karena menurut Maslow, orang yang mengalami kesulitan mencapai kondisi fisiologis mendasar (seperti makanan, tempat tinggal, dll) tidak dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan yang lebih tinggi.
Juga, banyak orang kreatif, seperti penulis dan seniman (misalnya, Rembrandt dan Van Gogh) hidup dalam kemiskinan sepanjang hidup mereka. Namun, dapat dikatakan bahwa mereka mencapai aktualisasi diri.
Psikolog sekarang mengkonseptualisasikan motivasi sebagai perilaku pluralistik, di mana kebutuhan dapat beroperasi pada banyak tingkatan secara bersamaan. Seseorang dapat secara bersamaan dimotivasi oleh kebutuhan pertumbuhan yang lebih tinggi sebagai kebutuhan defisiensi tingkat yang lebih rendah (Wahba & Bridwell, 1973).
Penelitian kontemporer oleh Tay dan Diener (2011) telah menguji teori Maslow dengan menganalisis data dari 60.865 peserta dari 123 negara, yang mewakili setiap wilayah tengah dunia. Survei dilakukan dari tahun 2005 hingga 2010.
Responden menjawab pertanyaan tentang enam kebutuhan yang sangat mirip dengan model Maslow: kebutuhan esensial (makanan, tempat tinggal); keamanan; kebutuhan sosial (cinta, dukungan); menghormati; penguasaan; dan otonomi. Mereka juga menilai kesejahteraan mereka di tiga ukuran diskrit: evaluasi hidup (pandangan seseorang tentang hidupnya secara keseluruhan), perasaan positif (kegembiraan atau kesenangan sehari-hari), dan perasaan negatif (pengalaman sehari-hari dari kesedihan, kemarahan, atau stres).
Hasil studi mendukung pandangan bahwa kebutuhan manusia universal ada terlepas dari perbedaan budaya. Namun, urutan kebutuhan dalam hierarki itu tidak benar.
Anyway, tiap teori pasti punya kekurangan dan kritiknya sendiri. Meski teori ini subyektif dan nggak didasari dengan data, namun pada kenyataannya teori kebutuhan Maslow dan aktualisasi diri tetap bisa diterapkan di dunia nyata. Malah, kalo kita pelan-pelan memenuhi seluruh kebutuhan dasar kita, kita juga bisa lo mencapai tahap aktualisasi diri.
Kamu pengen juga nggak sih mencapai aktualisasi diri? Kira-kira, butuh berapa tahap lagi bagi kamu untuk mencapai tahap aktualisasi diri? Ceritain di kolom komentar ya!
Hoffman, E. (1988). The right to be human: A biography of Abraham Maslow. Los Angeles, CA: Jeremy P. Tarcher.
Kenrick, D. T., Neuberg, S. L., Griskevicius, V., Becker, D. V., & Schaller, M. (2010). Goal-driven cognition and functional behavior: The fundamental-motives framework. Current Directions in Psychological Science, 19(1), 63-67.
Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370-96.
Maslow, A. H. (1954). Motivation and personality. New York: Harper and Row.
Maslow, A. H. (1962). Toward a psychology of being. Princeton: D. Van Nostrand Company.
Maslow, A. H. (1970a). Motivation and personality. New York: Harper & Row.
Maslow, A. H. (1970b). Religions, values, and peak experiences. New York: Penguin. (Original work published 1966)
Maslow, A. H. (1987). Motivation and personality (3rd ed.). Delhi, India: Pearson Education.
Tay, L., & Diener, E. (2011). Needs and subjective well-being around the world. Journal of Personality and Social Psychology, 101(2), 354-356.
Wahba, M. A., & Bridwell, L. G. (1976). Maslow reconsidered: A review of research on the need hierarchy theory. Organizational behavior and human performance, 15(2), 212-240.
Wulff, D. M., & Maslow, A. H. (1965). Religions, values, and peak-experiences. The Journal of Higher Education, 36(4), 235.