Teori Kebutuhan Maslow

Definisi Hierarki Kebutuhan Maslow

Hierarki kebutuhan Maslow (1954, 1968) adalah teori yang menghubungkan kebutuhan individu dengan motivasi. Dalam teori hierarki kebutuhan Maslow menunjukkan bahwa kepribadian yang sehat akan berkembang melalui manifestasi diri, dan itu dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan.

Menurut Maslow (1954), manusia adalah makhluk yang bergerak untuk memenuhi kebutuhan.

Suatu kebutuhan, akan mempengaruhi aktivitas seseorang sampai kebutuhan itu terpenuhi. Terus juga, kebutuhan individu diatur secara hierarkis atau tingkatan, dari yang paling dasar (makanan, tempat tinggal) hingga yang paling maju (pemenuhan diri).

Hierarki ini menunjukkan bahwa motivasi seseorang dimulai dari memenuhi kebutuhan dasar dulu. Kalo yang dasar udah terpenuhi, maka manusia akan pindah ke kebutuhan lain di atasnya.

Abraham Maslow pertama kali memperkenalkan konsep hierarki kebutuhan dalam makalahnya tahun 1943 berjudul “A Theory of Human Motivation” dan sekali lagi dalam buku berikutnya, “Motivation and Personality.”

Beberapa aliran psikologi pada saat itu cenderung berfokus pada perilaku bermasalah. Maslow lebih tertarik mempelajari apa yang membuat orang bahagia dan apa yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan itu. Bisa dibilang, Maslow memulai cikal bakal psikologi positif.

Sebagai seorang humanis, Maslow percaya bahwa orang memiliki keinginan bawaan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu menjadi apapun yang mereka bisa. Tapi untuk mencapai level tertinggi itu, manusia harus menyelesaikan kebutuhan dasar dulu.

Maslow percaya kebutuhan ini mirip dengan naluri dan memainkan peran penting dalam memotivasi perilaku.

Apa Saja Hierarki Kebutuhan Maslow?

Dari tadi kita bolak balik ngomongin tentang tingkatan kebutuhan Maslow. Memangnya kebutuhan Maslow itu apa aja sih?

Maslow (1968) membedakan kebutuhan jadi dua jenis: defisiensi dan pertumbuhan.

Dia percaya bahwa kebutuhan kekurangan harus dipenuhi agar individu menjadi sehat dan aman. Kalau kebutuhan ini nggak terpenuhi, individu akan berjuang untuk mengembangkan kepribadian yang sehat.

Di sisi lain, kebutuhan akan pertumbuhan berkaitan dengan pengembangan dan realisasi potensi seseorang. “Pertumbuhan, individuasi, otonomi, aktualisasi diri, pengembangan diri, produktivitas, dan realisasi diri semuanya sangat sinonim, menunjuk area yang dirasakan secara samar-samar daripada konsep yang didefinisikan secara tajam,” tulis Maslow.

Menurut Maslow, individu dimotivasi oleh lima kebutuhan umum:

Kebutuhan Defisiensi

Fisiologis

Kebutuhan paling dasar dalam hierarki Maslow adalah kebutuhan bertahan hidup. Misalnya kebutuhan oksigen, makanan, air, bobok, dll.

Di dunia kerja, kebutuhan ini tercermin dalam kondisi kerja utama di tempat kerja (misalnya, suhu udara yang nyaman, udara bersih).

Selain kebutuhan dasar nutrisi, udara, dan pengaturan suhu, kebutuhan fisiologis meliputi tempat tinggal dan pakaian. Maslow juga meletakkan reproduksi seksual dalam tingkat hierarki ini karena sangat penting untuk kelangsungan hidup.

Apabila tingkatan ini belum terpenuhi, kamu akan lupa semuanya. Kalo kamu laper keroncongan nggak makan 10 hari, kamu mungkin nggak akan peduli apakah nasi yang di hadapan kamu ini bersih apa nggak. Atau enak apa nggak. Makan di pinggir jalan juga nggak papa.

Keselamatan dan Keamanan

Tingkat kebutuhan kedua menyangkut kesejahteraan fisik dan emosional individu. Kebutuhan ini mencakup keinginan akan stabilitas, ketertiban, keamanan, kebebasan dari bahaya emosional, dan perlindungan dari kecelakaan.

Kalo dalam kehidupan sehari-hari, keselamatan dan keamanan tercermin dengan adanya tempat tinggal, pintu yang dikunci, dan kendaraan yang diletakkan dengan aman.

Kalo di dunia kerja, contoh keselamatan dan keamanan adalah adanya pekerjaan, asuransi kesehatan, punya tabungan. Ini semua adalah tindakan yang dimotivasi oleh kebutuhan keamanan dan keselamatan.

Sense of Belonging

Tingkat ketiga meliputi kebutuhan yang berkaitan dengan keinginan seseorang untuk diterima oleh orang lain, punya sahabat, dan dicintai.

Sering berinteraksi dengan rekan kerja atau mengalami kepemimpinan yang berpusat pada karyawan dapat membantu memenuhi kebutuhan ini dalam organisasi.

Untuk menghindari kesepian, depresi, dan kecemasan, penting bagi orang untuk merasa dicintai dan diterima oleh orang lain. Hubungan pribadi dengan teman, keluarga, dan kekasih memainkan peran yang sangat diperlukan, seperti halnya keterlibatan kelompok. Seperti kelompok keagamaan, tim olahraga, klub buku, dan kegiatan kelompok lainnya.

Kebutuhan Pertumbuhan

Harga diri dan Ego

Self esteem dan ego adalah kebutuhan pertumbuhan pertama, setelah semua kebutuhan defisiensi terpenuhi.

Kebutuhan akan self esteem adalah keinginan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain. Di tempat kerja, kebutuhan ini dapat berupa ingin naik jabatan. Atau bisa juga ingin pengakuan setelah berhasil menyelesaikan tugas.

Orang perlu merasakan bahwa mereka dihargai oleh orang lain. Mereka perlu merasa udah ngasih kontribusi kepada dunia. Partisipasi dalam kegiatan profesional, prestasi akademik, partisipasi atletik atau tim, dan hobi pribadi semuanya dapat berperan dalam memenuhi kebutuhan harga diri.

Orang yang bisa memuaskan kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan dari orang lain akan merasa lebih pede dengan kemampuannya.

Sebaliknya, mereka yang kurang memiliki harga diri dan rasa hormat dari orang lain dapat mengembangkan perasaan rendah diri.

Aktualisasi diri

Kebutuhan pemenuhan diri merupakan kategori kebutuhan yang paling tinggi. Individu dengan kebutuhan aktualisasi diri yang dominan prihatin dengan mencapai potensi penuh dan unik mereka.

Kebutuhan ini dapat tercermin dalam organisasi dengan keinginan untuk tugas kerja yang menantang keterampilan seseorang dan kemampuan dan memungkinkan untuk pendekatan kreatif atau inovatif.

Di puncak hierarki Maslow adalah kebutuhan aktualisasi diri. Orang yang mengaktualisasikan diri akan merasa sadar diri, peduli dengan pertumbuhan pribadi, kurang peduli dengan pendapat orang lain, dan tertarik untuk memenuhi potensi mereka.

Aktualisasi diri dapat digambarkan sebagai penggunaan dan pemanfaatan bakat secara maksimal.

Orang yang kebutuhan di bawahnya semua udah terpenuhi akan mencapai tahapan mengejar passion, potensi, dan kemampuan terbaik yang dia punya. Terus juga, orang yang semua kebutuhannya terpenuhi akan mulai memikirkan kebaikan orang lain.

Individu, menurut Maslow, naik hierarki kebutuhan melalui deprivasi, dominasi, kepuasan, dan aktivasi (Steers dan Black, 1994). Ketika seorang individu mengalami kebutuhan yang nggak terpuaskan pada tingkat hierarki tertentu, kebutuhan yang nggak terpuaskan mengarahkan pikiran dan tindakan individu tersebut.

Katakanlah kamu seorang cewek hijab scoopy yang pake helm HBC, suka mesen kopi pucet di Janji Jiwa dan dengerin lagu asmara terkalibrasi. Kamu mungkin nggak mau makan nasi padang di pinggir jalan yang rame.

Tapi apa jadinya kalo kamu nggak makan tiga minggu? Di tahapan ini, kamu mungkin nggak mikirin lagi rasa aman, kasih sayang, dan cita-cita. Yang ada di pikiran kamu hanyalah makan.

Setelah itu gimana kalo di hadapan kamu ada nasi padang? Apakah kamu masih mikirin gengsi? Rasanya nggak. Mungkin kamu akan makan di tempat tanpa peduli pandangan orang.

Tapi kalo kamu udah makan, kamu akan mulai sadar kalo orang-orang ngeliatin kamu. Kamu akan mencari tempat yang lebih aman, yang nggak diliatin orang. Kalo udah aman, baru setelah itu kamu mulai mikirin keluarga dan temen untuk minta bantuan mereka.

Contohnya agak ekstrim, tapi begitulah kira-kira. Kebutuhan dasar yang belum terpenuhi sama sekali akan bikin kita kepikiran terus sampe ngelupain yang lain.

Evaluasi dan Kritik Mengenai Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

Hierarki Maslow melahirkan sejumlah besar penelitian yang mencoba menerapkan teori Maslow dalam organisasi.

Sebagai contoh, Porter (1961) menemukan bahwa manajer pada tingkat yang lebih tinggi dari suatu organisasi umumnya lebih mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan mereka daripada manajer tingkat yang lebih rendah.

Temuan ini menunjukkan manajer tingkat atas memiliki pekerjaan yang lebih menantang dan otonom daripada rekan-rekan tingkat bawah mereka. Akibatnya, manajer tingkat atas dalam suatu organisasi berada dalam posisi yang jauh lebih baik untuk mengejar kebutuhan mereka untuk pertumbuhan.

Meski penelitian bisa membandingkan pekerjaan mana yang memungkinkan kepuasan kebutuhan pertumbuhan dan mana yang nggak, penelitian belum membuktikan validitas hierarki kebutuhan itu sendiri.

Menurut Wahba dan Bridwell (1976), model Maslow menyajikan paradoks motivasi kerja: teori diterima secara luas, tetapi hanya ada sedikit bukti penelitian yang mendukungnya.

Tinjauan tersebut melihat tiga aspek hierarki kebutuhan Maslow.

Pertama, nggak ada bukti yang jelas bahwa kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yang berbeda atau bahwa kategori ini disusun secara hierarkis. Namun, ada bukti yang mendukung skema klasifikasi umum yang membedakan antara defisiensi dan persyaratan pertumbuhan.

Kedua, gagasan bahwa kebutuhan yang nggak terpuaskan menyebabkan individu hanya berfokus pada kebutuhan itu. Beberapa penelitian mendukung klaim ini, sementara yang lain nggak.

Terakhir, evaluasi bahwa kebutuhan bergerak pada satu tingkat dan bergerak ke tingkat yang lebih tinggi. Bukti penelitian nggak mendukung klaim ini.

Temuan penelitian nggak mendukung model hierarki kebutuhan dan mempertanyakan validitas konseptualnya. Meskipun demikian, teori Maslow terus membantu menghasilkan gagasan tentang sifat dasar motivasi manusia.

Konsep hierarki kebutuhan, khususnya, menarik bagi manajer karena mudah dipahami dan memiliki implikasi manajemen yang jelas. Dengan asumsi bahwa banyak karyawan telah memenuhi kebutuhan kekurangan mereka, manajer dapat berkonsentrasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang memenuhi kebutuhan pertumbuhan tingkat yang lebih tinggi.

Perkembangan Hierarki Kebutuhan Maslow

Pada tahun 1970, Maslow memasukkan tiga kebutuhan tambahan di puncak piramidanya, dengan total delapan:

• Kebutuhan kognitif. Ini berpusat pada pengetahuan. Orang umumnya ingin belajar dan mengetahui hal-hal tentang dunia mereka dan tempat mereka di dalamnya.

• Kebutuhan estetika. Ini membahas apresiasi keindahan dan bentuk. Orang mungkin memenuhi kebutuhan ini melalui menikmati atau menciptakan musik, seni, sastra, dan ekspresi kreatif lainnya.

• Kebutuhan transendensi. Maslow percaya bahwa manusia didorong untuk melihat melampaui diri fisik untuk mencari makna. Membantu orang lain, mempraktikkan spiritualitas, dan berhubungan dengan alam adalah beberapa cara kita dapat memenuhi kebutuhan ini.

Nah, itu tadi pembahasan singkat tentang teori hierarki kebutuhan Maslow. Semoga membantu!

  1. Lester D, Hvezda J, Sullivan S, Plourde R. Maslow’s hierarchy of needs and psychological health. J Gen Psychol. 1983;109(1):83-85. doi:10.1080/00221309.1983.9711513
  2. Taormina RJ, Gao JH. Maslow and the motivation hierarchy: Measuring satisfaction of the needs, Am J Psychol. 2013;126(2):155-77. doi:10.5406/amerjpsyc.126.2.0155
  3. Wang JL, Zhang DJ, Jackson L. Influence of self-esteem, locus of control, and organizational climate on psychological empowerment in a sample of Chinese teachers. J App Soc Psychol. 2013;43(7):1428-1435. doi:10.1111/jasp.12099
  4. Noltemeyer A, James A, Bush K, Bergen D, Barrios V, Patton J. The relationship between deficiency needs and growth needs: The continuing investigation of Maslow’s theory. Child Youth Serv. 2021:42(1):24-42. doi:10.1080/0145935X.2020.1818558
  5. Wahba MA, Bridwell LG. Maslow reconsidered: A review of research on the need hierarchy theory. Organiz Behav Human Perform. 1976;15:212–240.
  6. Agrawal KG, Sharma BR. Gratification, metamotivation, and Maslow. Vikalpa. 1977;2(4):265-72.
  7. Feigenbaum KD, Smith RA. Historical narratives: Abraham Maslow and Blackfoot interpretations. Humanistic Psychol. 2020;48(3):232-43. doi:10.1037/hum0000145
  8. Smith RA, Feigenbaum KD. Maslow’s intellectual betrayal of Ruth Benedict?. J Humanistic Psychol. 2012;53(3):307-21. doi:10.1177/0022167812469832
  9. Tay L, Diener E. Needs and subjective well-being around the world. J Pers Soc Psychol. 2011;101(2):354-65. doi:10.1037/a0023779